Klarifikasi Kasus ABG "Ngamar" di Rumah Kades: Versi Kades Dipertanyakan, Korban Mengaku Dianiaya Tanpa Alasan

Table of Contents


Pandeglang, Kilasbantennews.com Banten — Ramai pemberitaan soal sepasang anak baru gede (ABG) yang disebut “kepergok sedang berduaan” di dalam rumah milik orang tua Kepala Desa Tegalwangi, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, pada Jumat malam (18 Juli 2025), kembali menjadi sorotan publik. Terlebih dalam pemberitaan sebelumnya, Kepala Desa berinisial Kiki Maulana Sofa menyebut bahwa tindakannya terhadap dua ABG itu hanya berupa “tamparan spontan”.

Namun fakta yang muncul berdasarkan keterangan korban kepada kuasa hukum dari Bani Hasyim Partners, menyebutkan bahwa kejadian sebenarnya berbeda dari yang dinarasikan Kades.

Kronologi Versi Korban

Menurut pengakuan korban berinisial TP (16) dan DA (16) kepada kuasa hukum, pada Jumat malam setelah Maghrib, mereka berencana menonton pertandingan futsal. Namun keponakan Kepala Desa, JP, yang berada di rumah orang tuanya, menelpon dan mengabari bahwa lapangan futsal sedang sepi, sehingga ia meminta keduanya datang ke rumah.

Tanpa curiga, TP dan DA datang ke lokasi, dan hanya bertemu JP seorang diri di rumah tersebut. Tak lama kemudian, JP meminjam motor milik TP, dan meninggalkan mereka di rumah. Tidak lama setelah JP pergi, Kepala Desa Kiki Maulana Sofa datang, dan langsung melakukan kekerasan terhadap TP, dengan cara menyeret, memukul, bahkan menyuruh membuka baju, hingga wajah korban memar dan nyaris mengalami gangguan penglihatan.

Korban perempuan, DA, juga tidak luput dari kekerasan. Ia dipukul di bagian kepala dengan benda keras berupa handphone oleh oknum Kades. Kedua korban yang masih berstatus pelajar ini kemudian melapor ke Polres Pandeglang melalui Unit PPA dengan didampingi kuasa hukum dari Bani Hasyim Partner pada Senin, 21 Juli 2025.

Tuduhan “Mesum” Dipertanyakan

Keterangan Kades yang menyebut korban “kepergok sedang mesum” patut dipertanyakan. Kuasa hukum korban menyatakan tidak ditemukan fakta ataupun bukti yang menunjukkan keduanya melakukan perbuatan asusila. Bahkan tidak ada proses hukum atau pelaporan apapun yang dilakukan oleh Kades kepada polisi terkait dugaan mesum pada malam kejadian.

Sebaliknya, korban justru yang melaporkan tindakan penganiayaan yang dialaminya kepada pihak kepolisian, lengkap dengan hasil visum dan saksi.

Polisi Tangani Kasus

Pihak Unit PPA Polres Pandeglang telah menerima laporan korban dan menyatakan sedang menindaklanjuti secara serius. "Kami mendalami semua unsur pidana dalam laporan ini, termasuk adanya dugaan kekerasan fisik terhadap anak di bawah umur,” ungkap salah satu penyidik PPA.

Sementara itu, AIPTU Aan Andriansyah dari Polsek Menes memang membenarkan adanya laporan awal dari Kades, namun belum menjelaskan secara rinci posisi hukum dari laporan tersebut, termasuk apakah ada tindak pidana yang dilakukan oleh para korban.

Ancaman Pidana terhadap Oknum Kades

Tindakan kekerasan terhadap anak, apalagi dilakukan oleh aparat pemerintah desa, melanggar ketentuan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) dan (2) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana:

5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 juta apabila menimbulkan luka ringan.

Jika mengakibatkan luka berat, ancaman pidana 10 tahun penjara dan/atau denda Rp200 juta.

Dan jika terbukti dilakukan oleh pejabat atau aparat desa, pidana ditambah sepertiga dari ancaman maksimalnya.


Seruan kepada Pemerintah Daerah

Kuasa hukum korban juga mendesak Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk turun tangan. “Ini bukan hanya perkara hukum pidana, tetapi juga persoalan moral dan integritas pejabat publik. Jangan sampai oknum seperti ini mencoreng martabat institusi pemerintah desa,” tegas Kuasa Hukum.(Tim-Red)