Ada Apa Dengan Oknum Kelompok Tani Umbulan Jaya? Diduga Kendaraan Bantuan Di Kelola di Luar Desa, Ormas BBP Angkat Bicara

Table of Contents


 PANDEGLANG – Kilasbantennews.com Tanda tanya besar menyelimuti publik terkait keberadaan kendaraan roda tiga (piyar) bantuan pemerintah untuk Kelompok Tani (Poktan) Umbulan Jaya, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Pasalnya, kendaraan yang sejatinya diperuntukkan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di desa tersebut, justru diduga kuat dikelola di luar desa tanpa melalui musyawarah bersama anggota poktan.

Ironisnya, dugaan penyalahgunaan aset bantuan itu seakan dibiarkan begitu saja. Oknum Ketua Poktan Umbulan Jaya yang disebut-sebut mengetahui perihal pengelolaan kendaraan roda tiga itu, dinilai terkesan "kebal hukum" karena sampai saat ini belum ada langkah tegas dari pihak berwenang.

Menyikapi hal tersebut, anggota Ormas Badak Banten Perjuangan (BBP) DPC Kabupaten Pandeglang buka suara. Mereka menilai tindakan itu tidak bisa dibiarkan, sebab selain bertentangan dengan tujuan program pemerintah, juga berpotensi merugikan masyarakat tani yang seharusnya mendapat manfaat langsung dari kendaraan tersebut.

“Kami mendesak aparat penegak hukum dan dinas terkait agar segera turun tangan. Jangan sampai ada kesan hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Kalau memang benar kendaraan itu dikelola di luar desa tanpa musyawarah, jelas ada indikasi penyalahgunaan kewenangan,” tegas salah satu anggota BBP DPC Pandeglang.

Seorang warga Desa Umbulan yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa kendaraan roda tiga tersebut jarang terlihat digunakan di desa.
“Kendaraan itu sudah lama tidak ada di sini, katanya dipakai orang luar. Padahal bantuan itu kan buat petani di desa kita, bukan untuk orang lain,” ucapnya dengan nada kesal.

Hal senada disampaikan salah satu anggota Poktan Umbulan Jaya. Ia mengaku tidak pernah diajak musyawarah terkait pemanfaatan kendaraan roda tiga tersebut.
“Kami anggota hanya tahu dapat bantuan. Tapi setelah itu, kendaraan dikelola begitu saja tanpa musyawarah. Kalau memang untuk kepentingan bersama, kenapa kami tidak dilibatkan?” ungkapnya.

Pengelolaan aset bantuan pemerintah yang tidak sesuai peruntukannya berpotensi melanggar aturan hukum yang berlaku.

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 menyebutkan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”

UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menegaskan bahwa koperasi/kelompok tani adalah badan usaha bersama yang harus mengutamakan kepentingan anggota, bukan kepentingan pribadi.

Selain itu, Peraturan Menteri Pertanian No. 49/Permentan/SR.230/12/2011 tentang Pedoman Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian, menegaskan bahwa bantuan wajib dipergunakan sesuai tujuan program dan tidak boleh dialihkan tanpa musyawarah.

Dengan dasar hukum tersebut, ormas BBP menilai kasus ini harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum maupun dinas terkait agar tidak menjadi preseden buruk.

“Poktan itu milik bersama, bukan milik pribadi. Kalau dikelola di luar desa tanpa sepengetahuan anggota, itu jelas bentuk penyelewengan. Kami tidak akan tinggal diam,” tambahnya.

Kasus ini menjadi sorotan tajam masyarakat dan aktivis di Pandeglang. Publik menanti keberanian pihak berwenang untuk mengusut tuntas dugaan penyelewengan ini, agar tidak menimbulkan preseden buruk bagi kelompok tani lainnya.(Tim-Red)