KLH Banten kunjungi TPA Diduga Ilegal,Beroprasi Tanpa izin Sejak juli 2025 DLH dan Camat Terlibat?
Table of Contents
Kabupaten Serang.kilasbnatennews.com Ketika wacana tata kelola lingkungan yang berkelanjutan terus digaungkan, sebuah ironi mencuat di Kabupaten Serang. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karang Jetak yang berlokasi di Kampung Bolang, RT 01/01, Desa Bolang, Kecamatan Lebak Wangi, diduga telah beroperasi tanpa izin sejak Juli 2025. Lebih mencengangkan, lokasi ini disebut menjadi tempat pembuangan sampah dari 11 kecamatan di sekitarnya, meski tidak mengantongi izin lingkungan yang sah secara hukum.
Minggu 05/10/2025
Berdasarkan penelusuran dan data lapangan, TPA Karang Jetak menjalin kerja sama antar-kecamatan melalui Memorandum of Understanding (MoU), melibatkan Kecamatan Cikande, Kibin, Kragilan, Ciruas, Tirtayasa, Baros, Lebak, Tanara, Pontang, Binuang, dan Carenang. Namun, di balik kerja sama administratif ini, mengemuka pertanyaan serius: di mana dasar legalitasnya? Siapa yang memberi izin?
Risdi, pemilik lahan sekaligus pengelola TPA, justru menyebut bahwa inisiatif penggunaan lahannya sebagai tempat pembuangan sampah datang dari para camat itu sendiri. Bahkan, ia mengklaim mendapat “permohonan emosional” dari Camat Lebak Wangi.
“Ini tanah saya, Pak. Saya disuruh Camat. Para Camat sampai menangis-nangis sama saya,”ujar Risdi ketika dikonfirmasi, seraya mengangkat dua jarinya.
Pernyataan ini menjadi indikasi kuat bahwa terdapat intervensi pejabat kecamatan dalam pengoperasian TPA yang seharusnya tunduk pada koridor hukum, khususnya terkait Izin Lingkungan dan standar teknis pengelolaan sampah.
Lebih dari sekadar persoalan administratif, Risdi juga mengakui bahwa pembakaran sampah rutin dilakukan guna “menghindari bau”. Padahal, praktik ini secara tegas dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Ferry Anis Fuad, SH., MH., Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup (KLH) Banten, yang turun langsung ke lokasi, menyampaikan kecaman keras terhadap praktik tersebut.
“Pembakaran sampah adalah pelanggaran pidana. Tidak bisa ditoleransi. Ini jelas mencemari udara, membahayakan kesehatan masyarakat sekitar, dan melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”tegas Ferry.
Ia menambahkan bahwa pembakaran sampah secara termal (terbuka) termasuk tindak pidana lingkungan yang dapat dijerat oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya.
Pasal 40 (Tindak Sengaja):
Jika pengelola secara sengaja melanggar norma dan menyebabkan pencemaran, ancaman pidananya mencapai: Penjara: 4 – 10 tahun. Denda: Rp.100 juta – Rp.5 miliar.
Bila mengakibatkan kematian atau luka berat, pidana meningkat menjadi: Penjara: 5 – 15 tahun.Denda: Rp.100 juta – Rp.5 miliar
Pasal 41 (Kelalaian) dan Pasal 42 (Tindak Pidana Korporasi) juga dapat dikenakan, apabila terbukti terdapat unsur kelalaian sistematis atau pengelolaan oleh entitas berbadan hukum
Ferry juga menyoroti ketiadaan Surat Keputusan (SK) Bupati yang semestinya menjadi dasar hukum pengelolaan TPA. Hingga kini, tidak ditemukan satu pun dokumen resmi yang mengesahkan Karang Jetak sebagai TPA yang legal.
Tak hanya ilegal secara operasional dan lingkungan, TPA Karang Jetak juga berpotensi bermasalah secara keuangan. Menurut pengakuan Risdi, setiap truk pengangkut sampah dikenakan tarif Rp.300.000 per ritase, namun ia hanya menerima Rp.200.000, sementara Rp.100.000 sisanya diduga diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Per mobil Rp.300 ribu, ke saya cuma Rp.200 ribu. Katanya, seratus ribu diambil DLH,”ungkap Risdi tanpa menjelaskan mekanisme pemotongan dana tersebut.
Jika klaim ini terbukti, maka hal ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, melainkan sudah masuk dalam dugaan penyalahgunaan anggaran publik, dengan potensi pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas keuangan negara.
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa TPA Karang Jetak tidak memenuhi syarat legalitas minimum untuk dapat beroperasi. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pengelolaan TPA wajib memenuhi dokumen berikut:
•Nomor Induk Berusaha (NIB) dari sistem OSS
•Izin Lingkungan berupa UKL-UPL atau AMDAL
•Izin Pengelolaan Sampah Padat Kota (nurul )